SEJARAH DESA GELIK
Desa Gelik diperkirakan telah ada sejak 1880 an dan merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Sambas. Penduduk yang mula-mula mendiami wilayah Gelik adalah suku Dayak yang salah satunya bernama "Nek Okeng" sebagai penduduk asal, kemudian suku Cina yang salah satunya bernama "Nek Anyok" dan selanjutnya suku Melayu yang umumnya bermigrasi dari Sambas dan menjadi nenek moyang masyarakat desa Gelik Sekarang. Seluruh penduduknya kala itu bermukim di tepian Sungai Gelik dan Muara Selakau. Diantara orang-orang melayu yang paling berpengaruh saat itu adalah Nek Simoh Yahya, Nek Dapik, Nek H. Sulaiman, Nek Buasyim, Nek Umar, Nek Hasun dan Nek Budjang. Kemudian orang-orang tersebut menduduki jabatan-jabatan penting di desa.
Menurut riwayat orang-orang tua, nama Gelik bersal dari 2 versi berbeda yaitu versi yang pertama ; "nama Gelik berasal dari banyaknya tumbuhan yang mirip talas namun berduri yang tumbuh di tepian sungai Gelik sehingga apabila tumbuhan tersenut terinjak kaki akan menimbulkan rasa geli", kemudian versi yang kedua yaitu ; "banyaknya tumbuhan yang bernama "Galik" atau sejenis tumbuhan yang dalam bahasa Melayu sambas disebut "Bundung" yang pada saat itu tumbuhan tersebut digunakan masyarakat untuk membuat sejenis karung tempat menyimpan berbagai hasil panen dan lain-lain". Kedua nama tersebut sangat logis mengingat kedua jenis tumbuhan tersebut masih ada sampai sekarang.
Sekitar pada tahun 1920 an datanglah seorang utusan dari Kesultanan Sambas yang kala itu diperintah oleh Raden Anom Kusuma Yudha bernama SIMOH YAHYA untuk membuka hutan untuk memperluas wilayah pertanian yang menjadi andalan penghasilan / mata pencaharian masyarakat Kerajaan Sambas waktu itu. Inilah yang menjadi awal mula berkembangnya desa Gelik hingga sekarang.
Di desa Gelik terdapat suatu adat tradisi dan budaya yang masih terpelihara hingga sekarang yakni NULLAK BALLA dan NUNGAS TAON.
Nullak Balla yaitu kegiatan spiritual yang diadakan untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT agar senantiasa menjauhkan dari segala macam penyakit baik penyakit kepada masyarakat maupun kepada tanam tanaman yang diusahakan oleh masyarakat. Nulak Balla dilakukan 2 kali dalam 1 tahun yaitu pada saat masyarakat akan menanam padi pada tahun Gadu dan pada saat padi sudah mulai menguning pada tahun tersebut. Nullak Balla diisi dengan kegiatan doa bersama oleh seluruh masyarakat pada suatu tempat yang ditentukan dan dipimpin oleh Tokoh Agama (Lebai/Amil Desa), Kepala Desa dan Ketua Adat Desa. Kegiatan Nullak Balla yang kedua dilakukan menjelang hari pelaksanaan Nungas Taon.